Pendiri lembaga nonprofit ceritakan bagaimana pembangunan kapasitas membantu organisasinya beradaptasi selama COVID-19
Organisasi nonprofit sering mengatakan bahwa tidak mudah menemukan sumber daya, alat, dan SDM yang tepat untuk mengatasi beberapa tantangan dunia yang rumit. Dan dengan pandemi saat ini, tantangan yang ada bertambah sulit.
Jadi pada Juni tahun ini, lengan filantropi Google, Google.org, menghibahkan $600.000 kepada Inovator Ashoka untuk Kepentingan Publik, melalui kemitraan dengan Infoxchange dan Sattva Consulting, untuk meluncurkan program pembangunan kapasitas selama enam bulan bagi 28 lembaga nonprofit dari Singapura, Indonesia, dan India. Program Changemaker Journey memiliki dua tujuan: Pertama, membantu lembaga nonprofit mendapatkan alat, pengetahuan, dan kemampuan untuk memenuhi prioritas mendesak mereka dan melanjutkan upaya mereka dalam jangka panjang. Kedua, membangun komunitas di mana organisasi dapat belajar dari satu sama lain, berkolaborasi, dan menemukan ide baru bersama-sama.
Sebanyak 12 lembaga nonprofit dari Indonesia, yang bergerak di bidang pendidikan, tanggapan krisis, misinformasi, dan lain-lain, bergabung dengan inisiatif ini: ICT Watch, Peace Generation, Bebras, Maarif Institute, Mafindo, IniBudi, Ibu Professional, Telapak, Greeneration, Yayasan Peduli Kemanusiaan, KAPPALA Indonesia, dan Yayasan Sejiwa.
Kami berbicara dengan Diena Haryana, pendiri Yayasan Sejiwa - sebuah organisasi nonprofit yang berfokus pada keamanan dan perlindungan anak di lingkungan online maupun offline - untuk mencari tahu tentang perjalanan pribadinya dan bagaimana program pembangunan kapasitas tersebut di atas telah membantunya selama masa pandemi ini.
Mohon ceritakan tentang diri Anda. Apa yang membawa Anda ke dunia nonprofit?
Saya selalu tertarik dengan konsep pengasuhan anak yang baik sejak masih kuliah. Saat masih kecil, saya mengalami kekerasan domestik yang dilakukan kakak saya, tetapi orang tua saya tidak pernah menganggapnya sebagai masalah, sehingga ini sangat berdampak pada masa kanak-kanak saya. Saat saya memiliki kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar di AS, saya tinggal bersama sebuah keluarga Amerika dan melihat betapa gaya pengasuhan anak mereka sangat berbeda. Pengalaman itu menyadarkan saya bahwa pengasuhan anak yang baik adalah hal penting, jadi saya pun belajar perkembangan psikologi, psikologi anak, dan perkembangan otak. Teori-teori yang saya pelajari mengkonfirmasi pemikiran saya tentang bagaimana orang tua harus menanamkan nilai-nilai yang benar kepada anak mereka dan menjaga keamanan psikologis mereka. Gerak hati ini akhirnya membuat saya meluncurkan Yayasan Sejiwa, tempat kami melatih orang tua dan pengasuh anak untuk menciptakan lingkungan sehat dan mengayomi yang membangun karakter positif anak.
Pada 2003, saya belajar bahwa terjadi kematian di sekolah karena perpeloncoan, dan siswa senior merisak (bullying) junior mereka. Saya tidak tahan dengan berita ini, dan saya mulai berdiri untuk melawan perisakan, berbicara dengan pihak luar tentang masalah tersebut, dan menjalankan kampanye secara nasional. Melalui Yayasan Sejiwa, kami dapat bekerja sama secara intensif dengan media dan pemerintah daerah untuk menemukan cara menciptakan sistem yang lebih baik di sekolah. Saat ini, kita menghadapi tantangan lain - perisakan virtual (cyber-bullying). Inilah mengapa kami merasa sangat penting untuk terus melakukan pekerjaan kami di Yayasan Sejiwa dan terus mendorong perubahan untuk melindungi anak-anak kita.
Apakah sulit menjadi pewirausaha sosial pada tahun 2020?
Ya, tentu saja. Pendapatan kami saat ini kurang dari separuh jumlah yang biasa kami peroleh sebelum COVID-19. Kami dulu biasa mendapatkan beberapa proyek pemerintah, tetapi seiring lebih banyak anggaran dialokasikan untuk mengatasi pandemi, pekerjaan kami pun terkena dampaknya. Kinerja kami di bidang pengasuhan anak juga sulit diukur karena tak kasatmata, dan karena COVID-19, kami harus menggunakan lebih banyak sumber daya dan tenaga untuk mempromosikan hal yang kami lakukan. Namun, saya sangat bersyukur ada organisasi seperti Google yang mengerti aktivitas kami dan mendukung pekerjaan kami. Dengan dukungan dari Google, kami dapat menjalankan sejumlah inisiatif yang sukses seperti Tangkas Berinternet. Saya tidak yakin apakah kami akan dapat bertahan untuk jangka panjang, tetapi kami harus melakukan yang terbaik.
Apa yang menginspirasi Anda untuk ikut serta dalam program pembangunan kapasitas ini, dan bagaimana ini membantu organisasi Anda?
Saya sebenarnya sudah beberapa waktu tahu tentang Ashoka, dan saya mendengar hal-hal yang positif tentang program mereka. Mereka punya nilai yang baik, dan mereka melakukan pekerjaan dengan niat yang baik. Jadi saat saya diundang untuk mengikuti program oleh Google.org, saya langsung mau! Sejak mengikuti program ini, kami telah merasakan manfaatnya sebagai sebuah organisasi. Kami sekarang menjadi bagian dari komunitas yang lebih besar yang menyediakan platform bagi saya untuk mendiskusikan tantangan dan masalah yang ada dan, bersama lembaga nonprofit lain serta Ashoka, memikirkan cara untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kinerja.
Kami juga lebih banyak bereksperimen. Misalnya, saya melihat tim saya semakin kreatif dalam membuat video dan aset sosial setelah mempelajari keterampilan baru dari program ini. Video dan thumbnail kami di YouTube lebih menarik secara visual, dan kami juga memperbaiki tampilan dan nuansa mikroblog dan saluran sosial kami. Program ini telah membantu kami berpikir dengan cara lain dan mengubah cara kerja kami. Anggota staf dan saya yang telah mengikuti program ini sangat kagum dan berterima kasih dengan tim Ashoka dan para sukarelawan Google, yang sudah memperlakukan kami dengan sangat baik dan mau melakukan lebih untuk membantu lembaga nonprofit seperti kami meningkatkan diri agar dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat kita.
Menurut Anda, mengapa pembangunan kapasitas seperti ini penting bagi lembaga nonprofit?
Sebagai organisasi akar rumput, kami digerakkan oleh masalah sosial, dan kami semua ingin membuat perubahan. Namun itu bukan perjalanan yang mudah, dan kami sering merasa lelah karena kurangnya sumber daya dan bantuan profesional. Jadi adanya dukungan dan kesempatan seperti program pembangunan kapasitas oleh Ashoka ini sungguh sangat bermanfaat. Inisiatif ini memberi peluang untuk mengevaluasi kinerja kami dan bertemu dengan organisasi lain yang sejenis, yang dapat menginspirasi kami dan platform untuk berpikir di luar kotak. Saya benar-benar berharap organisasi lain di Indonesia juga bisa mendapatkan manfaat dari program seperti ini.