Computational thinking untuk memicu berpikir kreatif siswa SMP Damian School Bandung
Google ingin turut berkontribusi dalam mendukung pendidikan di Indonesia. Mari dengarkan diskusi tentang pelatihan computational thinking yang merupakan salah satu program yang didukung oleh Google pada acara Google for Education yang akan dilaksanakan pada Selasa, 3 Agustus 2021 jam 10.00-11.00 di YouTube Google Indonesia.
Tahun ajaran baru tiba. Meski masih dalam situasi pandemi, banyak cara yang coba diterapkan guru agar proses belajar mengajar lebih menyenangkan. Tak sekedar menyenangkan tentu saja tujuan lainnya adalah agar siswa lebih mudah dan cepat memahami materi yang dipelajari.
Hal ini diterapkan oleh Connieta Theotirta, kepala sekolah yang juga mengajar matematika kelahiran Bandung 45 tahun lalu. Berawal dari mengikuti workshop Bebras Indonesia, organisasi edukasi nirlaba yang aktif memperkenalkan computational thinking. Berpikir komputasional adalah metode menyelesaikan persoalan dengan menerapkan teknik ilmu komputer (informatika).
Google.org pada bulan Februari 2020 lalu telah mengumumkan bantuan sebesar 1 juta USD bagi Bebras Indonesia untuk membantu pelaksanaan pelatihan keahlian berpikir komputasional bagi 22.000 guru di 22 kota kecil dan besar melalui program Gerakan PANDAI (Pengajar untuk Era Digital Indonesia).
Connieta pertama kali mengikuti workshop Bebras pada September 2018 yang diselenggarakan di Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Disitu ia pertama kali bertemu dengan Inggriani Liem, Ketua Bebras Indonesia. Ketika melihat semangat Ibu Inge dan kepeduliannya terhadap pendidikan Indonesia yang sangat besar, memacu Connieta untuk menjadi pengajar yang terus berinovasi untuk meningkatkan kemampuan para siswanya.
“Ketika saya pertama kali mengikuti workshop Bebras dan melihat soal-soal yang diberikan, saya merasa soal-soal tersebut menyenangkan dan bisa membuat para siswa berpikir kreatif. Program Bebras juga membuat saya berpikir lebih kritis dan memacu diri agar bisa out of the box dengan menggali segala kemungkinan,” terang Connieta.
Kini, sudah tiga tahun Connieta menerapkan computational thinking kepada siswa-siswanya di SMP Damian School Bandung. Pengajarannya meliputi memilah data yang penting atau dapat dipakai, mengidentifikasi masalah yang terjadi, dan mengenali pola masalah. “Ketika saya menjelaskan soal Matematika, ada kecelakaan di jalan tol yang dialami oleh mobil pick-up, dan terdapat ratusan korban jiwa di dalamnya. Lalu, beberapa siswa saya langsung bertanya kok bisa ratusan korban, itu kan mobil pick-up? Dari situ saya akan menggali pertanyaan, apa kemungkinan lain yang bisa terjadi? Membuat siswa saya rebutan menjawab dengan analisisnya masing-masing. Mungkin terdengar sepele, namun hal-hal seperti ini yang memicu daya analisis dan berpikir kreatif siswa,” ungkap Connieta.
Pada Juni 2021, Connieta berkesempatan menjadi guru tamu, dan mempresentasikan "Sharing My Journey on CT with Bebras Indonesia and Google Gerakan PANDAI" pada CTE STEM 2021 yang diorganisir oleh Asia-Pacific Society for Computer in Education dan diselenggarakan oleh National Institute of Education, Nanyang Technological University, Singapura. Konferensi ini merupakan forum dari berbagai penjuru dunia, untuk berbagi ide mengenai perkembangan hasil dari implementasi CT dan STEM. Tahun ini, guru-guru dapat berpartisipasi dalam "Lightning Talks" untuk berbagi ide mengenai pembelajaran dan cara mengajar CT.