Terapkan computational thinking, siswa SD Tumbuh Yogyakarta lebih mudah dan cepat memahami materi yang dipelajari
Tahun ajaran baru tiba. Meski masih dalam situasi pandemi, banyak cara yang coba diterapkan guru agar proses belajar mengajar lebih menyenangkan. Tak sekedar menyenangkan tentu saja tujuan lainnya adalah agar siswa lebih mudah dan cepat memahami materi yang dipelajari.
Hal ini dilakukan oleh Dian Kurniawan, guru informatika kelahiran Bantul 38 tahun lalu. Berawal dari kerjasama yang dilakukan SD Tumbuh untuk berpartisipasi dalam program yang dilaksanakan oleh Bebras Indonesia, organisasi edukasi nirlaba yang aktif memperkenalkan computational thinking. Berpikir komputasional adalah metode menyelesaikan persoalan dengan menerapkan teknik ilmu komputer (informatika).
Google.org pada bulan Februari 2020 lalu telah mengumumkan bantuan sebesar 1 juta USD bagi Bebras Indonesia untuk membantu pelaksanaan pelatihan keahlian berpikir komputasional bagi 22.000 guru di 22 kota kecil dan besar melalui program Gerakan PANDAI (Pengajar untuk Era Digital Indonesia).
“Computational thinking sangat penting diterapkan karena sangat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran karena banyak teknik dan model pembelajaran yang bisa diterapkan, dan juga sangat membantu siswa dalam memahami materi yg diberikan serta dapat membantu siswa menyelesaikan/menjawab pertanyaan dengan benar” ungkap Dian.
Dian yang sudah bergabung dengan program yang dijalankan Bebras Indonesia sejak 2017 bercerita bahwa beragam aktivitas ia lakukan untuk menerapkan computational thinking diantaranya adalah melalui kegiatan role play (permainan) sesuai dengan topik mata pelajaran yang sedang dipelajari, kegiatan praktik menggunakan komputer atau tablet di lab komputer, serta penyampaian materi dan tugas menggunakan lembar kerja, video maupun presentasi.
Dian Kurniawan (tengah) mendampingi kedua siswanya mengikuti lomba Tantangan Bebras kategori siaga 2019 lalu
Melalui Tantangan Bebras, Dian juga berkesempatan untuk melatih siswa untuk berkompetisi dengan sekolah lain di Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika dibandingkan sebelum pandemi, Dian bercerita bahwa tentu saja ada perubahan yang berbeda yang perlu ia lakukan.
“Hal yang berbeda jika dibandingkan sebelum pandemi adalah metode latihan dan persiapan siswa sebelum pelaksanaan lomba Tantangan Bebras dari yang sebelumnya tatap muka menjadi online serta frekuensi latihan bersama guru menjadi lebih sedikit. Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah memberikan penjelasan/solusi kepada siswa apabila menemukan model soal latihan yang kesulitannya terlalu tinggi (tidak sesuai level SD).” ucap Dian.
“Jika ditanya bagaimana pendapat siswa saat computational thinking ini diterapkan banyak siswa saya bilang jika belajar menjadi lebih menyenangkan, menjadi lebih seru serta tidak membosankan” pungkasnya.